Pojok NTB dan Mi6 Gelar Mimbar Bebas 100 Hari Iqbal-Dinda, Panggung Bersuara bagi Khalayak

“Mimbar ini tidak untuk jatuhkan siapapun. Tapi untuk pengingat agar Iqbal-Dinda tetap berpijak pada rakyat."

MATARAM— Pojok NTB bersama Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 akan menggelar Mimbar Bebas 100 Hari kepemimpinan Gubernur H Lalu Muhamad Iqbal dan Wakil Gubernur Hj Indah Dhamayanti Putri.

“Seratus hari telah berjalan. Saatnya masyarakat berbicara, apakah janji tinggal kata-kata, atau telah menjadi nyata,” kata Admin Pojok NTB M Fihiruddin, di Mataram, Senin (26/5/2025).

Pasangan Iqbal-Dinda, dilantik Presiden Prabowo Subianto sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NTB pada 20 Februari 2025. Pasangan ini akan genap 100 hari memimpin Bumi Gora pada 31 Mei mendatang.

Fihiruddin mengungkapkan, 100 hari pertama merupakan masa evaluasi awal terhadap gaya kepemimpinan dan arah kebijakan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih.

Direktur LOGIS NTB ini menegaskan, dalam konteks demokrasi partisipatif, salah satu elemen penting adalah keterlibatan masyarakat sipil dalam menyuarakan aspirasi, kritik, dan saran. Mimbar Bebas yang digelar Pojok NTB dan Mi6 ini akan jadi salah satu panggungnya.

“Jika pemimpin tak mau mendengar suara masyarakat di hari ke-100, maka ia akan “tunarungu” di hari ke-1000,” tegas Fihir.

Rencananya, Mimbar Bebas 100 Hari Iqbal-Dinda akan digelar Pojok NTB dan Mi6 di Tuwa Kawa Coffee Roastery, 1 Juni 2025.

Mimbar Bebas ini juga dapat disimak secara live oleh publik karena akan disiarkan langsung oleh Talenta FM.

Baca juga: Tiga Tokoh Jadi Kandidat Peraih Mi6 Award for Democracy and Humanity

Lanjut Fihir, Pojok NTB dan Mi6 siapkan Mimbar Bebas ini sebagai panggung bagi siapa pun. Sebab, setiap suara memiliki hak yang sama untuk di dengar. Karena itu, Mimbar Bebas ini akan terbuka untuk mereka yang ingin menyampaikan kritik.

Akan terbuka pula bagi mereka yang ingin memberi apresiasi. Dan terbuka pula bagi mereka yang ingin menyuarakan hal yang netral sekalipun.

“Mimbar ini tidak untuk jatuhkan siapapun. Tapi untuk pengingat agar Iqbal-Dinda tetap berpijak pada rakyat,” beber Fihir.

Karena itu, aktivis dari kalangan muda ini menginginkan agar semua pihak memposisikan Mimbar Bebas ini sebagai instrumen demokrasi.

Tujuannya untuk menjaga keseimbangan antara kekuasaan dan rakyat, sehingga momentum 100 hari kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB, Mimbar Bebas ini menjadi sangat strategis sebagai alat kontrol sosial dan pengingat komitmen kepada publik.

“Jangan pernah lupa. Seratus hari sering dijadikan barometer awal keseriusan dan arah kebijakan seorang pemimpin dalam menjalankan program prioritas,” tandas Fihir.

Seluruh dinamika yang terjadi sepanjang Mimbar Bebas ini, diharapkan menjadi penyeimbang informasi publik terhadap segala pernyataan resmi yang telah dikeluarkan pemerintah.

Mimbar Bebas ini mungkin akan memunculkan narasi alternatif, sehingga publik bisa mendapatkan gambaran yang lebih objektif. Sehingga yang muncul tidak hanya berupa klaim semata.

Selain itu kata Fihir, respons pimpinan daerah terhadap suara di Mimbar Bebas ini akan menjadi indikator tentang seberapa adaptif dan terbuka Iqbal-Dinda terhadap masukan eksternal. Termasuk seberapa sigap pasangan ini melakukan koreksi dini atas kebijakan yang dinilai publik tidak tepat sasaran.

“Tidak ada perubahan tanpa keberanian bicara. Kami menyiapkan Mimbar Bebas sebagai ruangnya,” lugas Fihir.

Baca juga: Viral Kasus Perkawinan Anak: Saatnya NTB Evaluasi Serius Perlindungan Anak

Di kesempatan yang sama, Direktur Mi6 Bambang Mei Finarwanto menambahkan, Mimbar Bebas ini jangan pernah dianggap sebagai ancaman.

Aktivis senior NTB yang karib disapa Didu ini menegaskan, Mimbar Bebas ini justru menjadi cermin sehat bagi Iqbal-Dinda untuk terus memperbaiki arah kebijakan demi kepentingan rakyat.

Didu menekankan, kehadiran Mimbar Bebas adalah wujud iklim demokrasi yang sehat. Harus dibuka ruang yang luas, dimana publik dapat bebas menyuarakan pendapat tanpa pernah dibebani rasa takut.

“Seratus hari pertama bukan masa bulan madu, tapi masa masyarakat membuka mata. Jika seorang pemimpin meminta waktu tanpa kritik di awal jabatannya, boleh jadi pemimpin itu ingin bekerja tanpa kontrol, bukan bekerja untuk rakyat,” demikian Didu.*** (JW).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *