LOTENG–Keberadaan toko modern di Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) semakin menjamur. Namun, tidak sedikit yang melanggar Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Pasar Rakyat dan Pasar Modern.
Padahal dalam perda tersebut, salah satunya mengatur tentang jarak. Artinya, jarak pendirian toko modern minimal radius 1 kilometer dengan pasar rakyat. Tapi regulasi tersebut banyak diabaikan.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMP2TSP) Lombok Tengah (Loteng), Jalaludin menyatakan, semenjak menjabat hingga sekarang belum yang ditertibkan perijinan untuk pasar modern tersebut.
“Beberapa bulan saya menjabat belum ada saya terbitkan. Endk kalau kalau sebelumnya. Karena bukan saya menjadi kadinya, ” katanya dengan tegas kemarin.
Ia menengaskan, belum ada yang masuk permohonan ijin untuk pasar modern seperti Alfamart maupun Indomaret ini. Kebanyakan yang muncul permohonan adalah dari masyarakat yang peruntukkanya untuk kios, toko dan lainya.
“Kami dinas perijinan hanya melakukan validasi terhadap usulan masyarakat tersebut. Karena mengusulkan melalui PUPR, ” ucapnya.
Ia mengaku, jika memang ada pasar modern seperti Alfamart yang baru beroperasiPP, tentu harus ada tindakan dari Satpol PP yang sebagai petugas yang meneggakkan perda. Karena payung hukum perda nomor 7 tahun 2021 itu masih berlaku.
“Cobak tanyakan pada Pol PP yang sebagai penegak perda, ” ucapnya.
Ia menjelaskan, dari pengelihatanya tidak pernah pihak Alfamart atau Indomaret yang mengurus ijinnya sendiri. Hal itu karena mereka tidak memiliki tanah maupun bangunan. Model mereka adalah bekerjasama dengan pemilik lahan setempat. Sehingga dalam pengurusan ijinnya adalah dari pemilik lahan itu sendiri.
“Kita memang kelimpungan memang dalam mengahadapi ritel modern ini. Mengingat yang mengurus ijinnya adalah masyarakat sendiri. Sehingga kitapun tidak mengetahui kalau itu akan menjadi ritel modern, ” tuturnya.
Sementara itu, Juru bicara Fraksi PKS Loteng, Sri Retno menyatakan, pihaknya menilai bahwa Pemda terlalu memberikan kebebasan terhadap perkembangan pasar modern di wilayah Loteng. Baik dari perijinan maupun lainya. Padahal, untuk pasar modern ini Loteng sudah memiliki Perda yang mengatur.
“Salah satu contoh maraknya pasar modern ini adalah di wilayah deretan masjid Agung. Sudah ada tiga pasar modern disana. Malah akan bertambah satu lagi sekarang, ” ujarnya kemarin.
Dengan maraknya perkembangan pasar modern tersebut, lajutnya tentu sangat bertentangan dengan Perda yang ada di daerah Loteng. Selain itu, pihaknya juga menilai Pemda ini telah melanggar Perda tersebut. Mengingat memberikan ijin atau rekomendasi untuk pembangunan pasar modern tersebut.
“Kami sangat kecewa atas tidak diterapkannya Perda tentang pengelolaan pasar tradisional dan pasar modern oleh Pemda. Saat ini retail-retail modern yang ada ibaratnya jamur di musim hujan yang tumbuh dimana-mana, tanpa melihat aturan atau Perda yang berlaku,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dalam Perda tersebut telah diatur aturan terkait dengan jarak retail modern. Artinya, retail itu harus dibangun dengan jarak 1 km atau mencakup 10 ribu jiwa. Namun kenyataannya, dalam 1 km ini terdapat lima sampai enam bangunan retail modern.
“Kami melihat tiba-tiba berdiri retail modern ini tanpa mematuhi aturan yang sudah ada. Dengan artian, Perda yang sudah kami buat itu tidak ada artinya sama sekali,” ujarnya.
Hal ini tentu akan berdampak pada pelaku UMKM yang ada di daerah. Bahkan banyak ditemukan jika UMKM ini sudah banyak yang gulung tikar akibat menjamurnya retail modern tersebut.
“Jangankan produk UMKM ini bisa dititip dan dijual disana, parkirnya saja mereka setorkan ke pusat. Jadi apa kontribusi yang bisa kita dapatkan,” pungkasnya. (01)