PENDIDIKAN—– Setiap tahun, kita saksikan kemeriahan yang luar biasa pada malam pergantian tahun Masehi. Kembang api menghiasi langit, pesta di gelar di berbagai tempat, dan semangat optimisme menyelimuti malam itu.
Tahun Baru Masehi yang sejatinya merupakan kalender dengan sejarah Nasrani yang kental, telah menjadi tahun baru untuk semua orang dan tak tersekat dengan ideologi keimanan.
Mungkin ini disebabkan oleh posisi kalender Masehi yang memang dipergunakan oleh dunia internasional sebagai almanak bersama. Walau setiap agama mempunya juga kalender masing-masing. Sebut saja tahun Saka untuk umat Hindu dan Budha, kemudian ada juga penanggalan tradisi semisal di Indonesia kita mengenal kalender Jawa.
Islam juga mempunya kalender sendiri yang kita kenal dengan nama Tahun Hijriyah. Namun, di negeri mayoritas muslim, perayaan Hijriyah pada 1 Muharram sebagai awal tahun tidaklah semeriah tahun baru Masehi.
Bagaimana fenomena ini bisa terjadi? Mengapa perayaan 1 Muharram tidak semeriah Tahun Baru Masehi? Apakah kita kurang menghargai momen bersejarah ini?
Sejarah dan Makna 1 Muharram
Tahun Baru Islam, yang dimulai pada 1 Muharram, memiliki sejarah yang sangat penting dalam kehidupan umat Islam. Tanggal ini menandai hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah pada tahun 622 Masehi.
Hijrah ini bukan sekadar perpindahan geografis, tetapi juga simbol dari perjuangan, pengorbanan, dan pembaruan spiritual. Peristiwa ini menjadi tonggak penting dalam sejarah Islam dan menjadi dasar penanggalan kalender Hijriah.
Mengapa Perayaan 1 Muharram Kurang Semarak?
Ada beberapa alasan mengapa perayaan Tahun Baru Islam tidak semeriah Tahun Baru Masehi. Salah satunya adalah perbedaan dalam cara memandang dan merayakan momen tersebut.
Tahun Baru Masehi lebih bersifat universal dan sekuler, dirayakan oleh berbagai budaya dan agama dengan cara yang meriah dan penuh hiburan. Sementara itu, Tahun Baru Islam seringkali lebih ditekankan pada aspek spiritual dan reflektif.
Namun, ini tidak berarti bahwa 1 Muharram tidak bisa dirayakan dengan semarak. Banyak negara Muslim yang mengadakan acara budaya dan keagamaan untuk memperingati Tahun Baru Islam.
Di Indonesia, misalnya, beberapa daerah menggelar pawai obor, pengajian akbar, dan festival budaya untuk merayakan momen ini.
Refleksi Tahun Sebelumnya: Evaluasi Diri dan Perbaikan
Momen pergantian tahun adalah waktu yang tepat untuk refleksi dan evaluasi diri. Dalam Islam, ini adalah waktu yang baik untuk merenungkan perjalanan hidup kita selama setahun terakhir.
Apakah kita sudah menjalankan ajaran agama dengan baik? Apakah kita sudah berbuat baik kepada sesama? Apakah kita sudah memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas iman?
Refleksi ini tidak hanya bersifat individu, tetapi juga komunitas. Umat Islam diajak untuk melihat kembali peran mereka dalam masyarakat, kontribusi mereka terhadap kebaikan, dan usaha mereka dalam memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bersama.
Merayakan dengan Semarak dan Penuh Makna
Tidak ada salahnya untuk merayakan 1 Muharram dengan cara yang lebih meriah, tanpa meninggalkan esensi spiritualnya. Mengadakan festival budaya, lomba-lomba tradisional, dan acara seni yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat bisa menjadi cara untuk memeriahkan Tahun Baru Islam.
Selain itu, kegiatan keagamaan seperti pengajian, zikir bersama, dan ceramah agama dapat memberikan makna yang lebih dalam pada perayaan ini.
Sebagai contoh, di Aceh, masyarakat menggelar tradisi “Khanduri Apam” untuk menyambut 1 Muharram. Tradisi ini melibatkan pembuatan dan pembagian kue apam kepada tetangga dan kerabat, sebagai simbol kebersamaan dan kepedulian sosial.
Sementara di Jawa, beberapa komunitas menggelar “Kirab Muharram”, sebuah pawai budaya yang menampilkan berbagai kesenian tradisional dan nilai-nilai Islami yang tentu dipengaruhi oleh tradisi-tradisi lokal.
Mengapa Kemeriahan Itu Penting?
Merayakan 1 Muharram dengan semarak bukan hanya soal hiburan semata. Kemeriahan ini penting untuk memperkuat identitas dan kebanggaan kita sebagai umat Islam. Dengan merayakan momen ini secara meriah, kita menunjukkan bahwa kita menghargai sejarah dan nilai-nilai agama kita.
Ini juga menjadi cara untuk mengajarkan generasi muda tentang pentingnya momen bersejarah ini dan bagaimana mereka bisa merayakannya dengan cara yang positif dan bermakna.
Terakhir, penulis kembali mengajak dan saling mengokohkan ingatan bahwa Tahun Baru Islam adalah momen yang sangat penting dan bersejarah bagi umat Islam.
Meski sering kali dirayakan dengan cara yang lebih sederhana, kita bisa mengubahnya menjadi perayaan yang lebih semarak tanpa meninggalkan esensi spiritualnya. Dengan menggabungkan kemeriahan dan refleksi, kita tidak hanya menyambut tahun baru dengan kegembiraan, tetapi juga memperkuat iman dan kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat.
Mari kita jadikan 1 Muharram sebagai momen penuh makna yang dirayakan dengan semarak, sehingga kita bisa bangga sebagai umat Islam dan terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik di tahun yang baru.
Selamat Tahun Baru, 1 Muharram 1446 Hijriyah. Tuhan bersama kita dalam setiap hal baik yang kita lakukan.***