Sidang BLUD, Pejabat Pengadaan RSUD Praya Akui Negosiasi Harga

MATARAM – Sidang kasus pengelolaan dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Praya terus bergulir. Kali ini, Pengadilan Negeri (PN) Mataram meminta keterangan saksi-saksi di persidangan lanjutan.

Dimana, saksi-saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tersebut terdiri dari pejabat pengadaan barang/jasa RSUD Praya, Herlian Agung Raya Saputra dan Lalu Romi Sopian Tohri, serta Direktur CV. Zahwa, Baiq Marisa selaku rekanan.

Panasehat Hukum (PH) mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) RSUD Praya Adi Sasmita, Lalu Anton Hariawan, menyebutkan, persidangan saksi-saksi dijadwalkan berbeda. Pejabat pengadaan RSUD Praya menjalani sidang pada hari Kamis, 4 Mei 2023, sedangkan rekanan CV. Zahwa menjalani sidang pada hari Jum’at, 5 Mei 2023.

Menurutnya, dalam persidangan itu, pejabat pengadaan RSUD Praya mengakui jika dirinya yang melakukan negosiasi dan penentuan harga dengan rekanan sebelum diajukan ke PPK. Bahkan, ia mengaku jika yang menghubungi pihak rekanan adalah dirinya sendiri, setelah proses penawaran selesai.

Disisi lain, CV. Zahwa sendiri tidak layak menjadi penyedia makanan basah karena tidak memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Namun pejabat pengadaan justru meloloskannya dengan menerbitkan surat kontrak.

“Jadi pada dasarnya, PPK hanya menandatangani berkas dokumen (kontrak) yang sudah ditentukan pejabat pengadaan. Kaitannya dengan nilai kontrak, dia (Adi Sasmita_red) tidak pernah terlibat langsung dalam negosiasi harga,” kata Lalu Anton, kemarin.

Hal yang sama juga diakui Direktur CV. Zahwa, Baiq Marisa di persidangan. Dari keterangan rekanan, kontrak dan negosiasi harga itu berhubungan langsung dengan pejabat pengadaan. Sehingga semua berkas penawaran tersebut diserahkan ke pejabat pengadaan.

“Rekanan ini tau kontraknya sudah jadi karena dihubungi pejabat pengadaan. Bahkan rekanan sempat melakukan negosiasi harga dengan pejabat pengadaan, dengan harapan penurunan harga bisa dilakukan sewajarnya,” jelasnya.

Disatu sisi, lanjut Anton, hingga proses penandatanganan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), pihak rekanan tidak mengetahui seperti apa proses administrasinya. Sementara penandatanganan HPS itu dilakukan sesuai arahan pejabat pengadaan.

“Rekanan ini hanya bertemu dengan PPK saat meminta tandatangan dokumen kontrak yang sudah jadi,” ujarnya.

Lebih jauh ia menambahkan, pihak rekanan juga mengetahui jika ada pemotongan sebesar 17 persen saat pembayaran, dengan rincian PPH 2 persen, PPN 10 persen dan pemotongan dari RSUD 5 persen. Hanya saja arah penggunaan pemotongan tersebut tidak ia ketahui.

“Rekanan mengaku sempat tidak dibayar pihak rumah sakit selama setahun. Tapi tetap melakukan pengiriman barang sesuai kebutuhan, hal itu karena adanya ikatan kontrak yang sudah ditandatangani,” tandasnya. (01)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *